Oleh: Yan Megawandi
CATATAN BUDAYA, Salah satu gerak tari yang merupakan gerakan khas tarian di Bangka Belitung adalah Tarian Kedidi.
Tarian ini merupakan tari yang biasanya dipersembahkan kepada penonton ketika melakukan ritual budaya Perang Ketupat di desa Tempilang Kabupaten Bangka Barat.
Hanya ada dua tarian yang biasanya ditarikan pada prosesi perang ketupat yaitu Tari Simbang dan Tari Kedidi.
Sebenarnya Bangka Belitung memiliki beberapa tari tradisi yang berkembang dari akar budaya rumpun Melayu.
Tarian itu di antaranya seperti Tari Campak, Gambus dan Zapin.
Namun Tari Kedidi memiliki perbedaan. Tari ini memiliki gerakan yang lebih dinamis dan unik yang diadaptasi dari gerakan burung Kedidi yang banyak dijumpai di desa-desa Bangka Belitung.
Geraknya yang unik, lincah disertai irama musik yang terdiri dari gambus, gendang dan gong membuat ritme tarian ini semakin menarik.
Keunikan gerak tari Kedidi ini bahkan berhasil menginspirasi sejumlah seniman tari Bangka Belitung untuk menggunakannya sebagai bagian dari gerakan beberapa tari kontemporer.
Salah satu diantaranya adalah tari Tepulut. Tepulut merupakan salah satu karya tari dan musik kreasi, yang diciptakan oleh Sanggar Kite Sungailiat yang digawangi oleh maesro Bangka Belitung, alm Baijuri Tarsa, dan anaknya Wandasona dan Agus Yaman (alm).
Tari Tepulut ditarikan untuk kebutuhan lomba tari dan musik kreasi pada acara Festival Serumpun Sebalai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya karena berhasil menjadi juara di tingkat provinsi tari ini ikut tampil pada Parade Tari Nusantara di Jakarta.
Di ajang tari nasional yang digelar di Taman Mini tersebut Tari Tepulut berhasil masuk menjadi salah satu garapan terbaik.
Selain Tari Tepulut, tari kontemporer Bangka Belitung lainnya yang mengambil gerakan tari Kedidi ialah Tari Kera Mincung, Mahar Cual, Kedidi Bintit, Waisaka, Bersumbul, Antu Berayun dan sejumlah tari lainnya.
Beberapa penata tari di Bangka Belitung yang terinspirasi oleh gerak Tari Kedidi yang kemudian mencoba memasukannya ke dalam tari kontemporer di antaranya adalah Agus Yaman (alm) dan Junaidi Rahim.
Menurut cerita masyarakat di Desa Menduk, yang berhasil diteliti oleh penata tari Agus Yaman (2020) tari Kedidi diangkat dari gerakan burung Kedidi yang banyak dijumpai penduduk pada masa lalu, melambangkan gerak-gerik burung Kedidi yang konon banyak terdapat di sepanjang sungai Menduk.
Burung Kedidi sejenis burung yang suka berkelompok serta mempunyai keunikan terutama saat bermain-main dengan sesama jenisnya, serta tingkahnya ketika mencari makanan seperti kepiting kecil hitam di tepian sungai.
Tari Kedidi pada dasarnya bersifat pelipur lara, dan nelayan Menduk mereka mendapat inspirasi dari burung Kedidi yang hidup di muara sungai dan rawa-rawa, sering ditemui nelayan disepanjang tepian sungai, dan gerakannya lucu, terutama gerakan ekornya ketika meloncat di atas pohon-pohon atau akar-akar kering dan pelepah nipah yang mengapung di atas air.
Masih menurut Agus Yaman, Burung Kedidi ini hidup di alam terbuka dan telah memberi inspirasi kepada nelayan desa Menduk untuk menghibur diri bermain menirukan gerakan burung Kedidi, kemudian menyusun tariannya, dan iringan musik pada mulanya dari bahan-bahan yang ditemukan di alam sekitar seperti; kayu-kayu, batok kelapa dan lain-lain.
Perkembangan tarian ini terinspirasi pada gerak-gerak kepiting yang menjadi makanan burung Kedidi.
Apabila perahu sedang berlayar mereka memukul dinding perahu sebagai penghias iramanya.
Salah satu gerak dasar Tari Kedidi merupakan pengembangan dari gerakan silat yang diadaptasi dari gerakan burung kedidi dan kepiting.
Gerakan tari ini lebih banyak bertumpu pada kuda-kuda kaki penari. Tumit kaki berjinjit serta seringkali terlihat kaki berada pada posisi setengah jongkok.
Karenanya tak heran apabila sejumlah penari Kedidi biasanya melakukan latihan awal yang diajarkan dalam Tari Kedidi berupa memantapkan kuda-kuda.
Bila awalnya Tari Kedidi hanya ditarikan oleh sejumlah kaum lelaki maka kini mulai berkembang dengan para penari dari kalangan perempuan.
Salah seorang maestro Tari Kedidi di Kabupaten Bangka adalah Kamaruzaman (alm) dari Desa Menduk Kecamatan Mendo Barat.
Dari tangannya tari yang semula hanya ditarikan oleh beberapa orang di desa ini kemudian mulai berkembang. Tari ini juga diajarkan bersamaan dengan gerakan silat.
Itulah sebabnya mengapa Tari ini sepintas memang terkesan sebagai gerakan-gerakan yang mengandung unsur bertahan dan menyerang.
Biasanya tari ini dalam bentuk awalnya juga dilakukan dengan menggunakan pedang.
Sayangnya seiring perjalanan waktu Tari Kedidi saat ini tidak banyak lagi dikuasai dengan baik oleh anak-anak muda.
Barangkali perlu perhatian khusus berbagai pihak yang peduli akan budaya lokal dan tarian khas daerah dalam melestarikan dan mengembangakan Tari Kedidi ke depan.
Salah satunya ialah dengan mengadakan workshop tari, menyelenggarakan lomba tari Kedidi, serta menjadikannya sebagai salah satu muatan lokal dalam pelajaran seni di sekolah-sekolah.
Sekitar tahun 2000an Dinas Parsenibud Kabupaten Bangka pernah menerbitkan buku tentang tari kedidi ini.
Pembuatan buku tersebut melibatkan pula seorang pengajar tari dari Institut Kesenian Jakarta, Dr. Julianti Parani serta beberapa seniman Bangka ketika itu. Sayangnya buku kecil yang diterbitkan tanpa tahun dan tanggal tersebut sudah sulit ditemui keberadaanya.
Padahal melalui buku kecil tersebut upaya untuk membuat dan memasukan tari kedidi dalam muatan/kurukulum lokal menjdai akan lebih mudah dilakukan.
Pada tahun 2014 Tari Kedidi telah disetujui dan dinyatakan secara resmi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda dengan nomor registrasi 201400110.
Dipilihnya tari ini sebagai warisan tak benda membuktikan bahwa tari ini memiliki keunikan gerak dan pola yang menggambarkan budaya lokal Bangka Belitung.
Perhatian seperti yang telah diperlihatkan oleh pemerintah pusat ini akan sangat baik bila dikembangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata di daerah yang akan mampu mengangkat kembali keberadaan Tari Kedidi. Semoga.
Yan Megawandi, Widyaiswara BKPSDMD Bangka Belitung
oke
alhamdulillah